Pada prinsipnya penanggulangan lahar hujan ini adalah pengaturan sedimen. Itulah sebabnya dalam kategori penanganan di PU, lahar hujan ini masuk dalam bencana sedimen. Secara mudah sedimen itu akan mengendap ketika alirannya melambat disitulah akan terjadi sedimentasi. Dengan demikian usaha penanganannya adalah mengontrol dimana kita akan meletakkan (mendeposisikan) material-material ini. Tentusaja akan diusahakan dimana dampaknya paling kecil. Nah, besar kecilnya dampak ini yang bisa bikin berantem. dimanakah sebaiknya mambangun SABO ini.
Endapan alami lahar hujan
Gambar disebelah kanan ini memperlihatkan lokasi-lokasi endapan lahar hujan yang dikumpulkan oleh JICA (Japan Corporation Agency, 1980). Distribusi atau penyebaran lahar hujan ini terjadi secara alami tanpa usaha manusia untuk menahan atau mengaturnya. Secara tehnis material yg diangkut air ini akan mengendap apabila laju alirannya melemah atau kecepatan airnya berkurang. Laju (kecepatan) aliran ini tergantung pada sudut kemiringan lereng. ketika kemiringan lereng masih tinggi maka disitu lajunya kencang, dan material ukuran besar lebih mudah terendapkan. Tentusaja laju yang kencang ini juga memiliki daya merusak lebih besar juga. Walaupun kita endapkan diatas bukan berarti selesei tugasnya. Tetapi secara praktis itulah cara paling aman (untuk saat ini) dalam menyelamatkan atau dalam mengurangi dampak yang lebih besar. Dongengan bagaimana dan dimana endapan piroklastik serta lahar diendapkan sebenernya bisa didekati dengan ilmu fisika dasar. Gaya yang bekerja disini gaya gravitasi. Sehingga elevasi merupakan potensi energi. Kalau benda (sedimen) masih berada di elevasi tinggi, maka energi potensialnya juga tinggi. Artinya mengendapkan di daerah elevasi tinggi sebenarnya “menyimpan” atau menumpuk energi yang suatu saat juga harus turun kebawah. Kalau tumpukan diatas ini tidak stabil juga akan berbahaya bila terjadi longsoran.
Secara teori energinya habis (potensinya paling kecil) ketika sedimen berada pada elevasi terrendah.
Sabo merupakan salah satu usaha manusia dalam mengontrol dimana lahar ini akan diendapkan.
Dugaan SABO membelokkan awanpanas pernah saya dengar tetapi ketika
melihat kenyataan dilapangan, dapat kita lihat bahwa bendungan SABO ini
terlalu “kecil” kemampuan mempengaruhiarah luncuran awanpanas. (lihat
gambar paling atas).
Kalau melihat kecepatan lucuran serta jumlah material yang mengalir,
perkiraan yg pernah saya dengan dari kawan di PVMBG bendungan SABO ini
penuh dalam waktu sekitar 9 detik. Artinya menghilangkan bendungan ini
hanya mampu menyelamatkan dusun Kinahrejo selama 9 detik saja.
Mengapa Sabo diperlukan ?
Lahar hujan selain memiliki daya rusak ketika mengalir, juga memiliki bahaya terendapkan pada daerah yang memiliki nilai ekonomis, misalnya: pemukiman-perumahan, jalan raya dan kereta api, airport, pabrik, mall, toko dll.
Seandainya lahar ini tidak dijaga maka
dapat kita lihat bagaimana potensi daerah-daerah landai di Merapi ini
sangat terancam. Salah satu cara atau metode moderen adalah dengan
membuat SABO untuk menahan sementara supaya endapan tetap berada diatas.
Memang seolah-olah bendungan SABO ini menguntungkan yang dibawah.
Kalau dari banyak sisi sosio-ekonomis jelas lebih banyak yang akan
diselamatkan dengan adanya SABO ini. Memang bener saya juga melihat
banyak SABO yang dibangun terlalu keatas. SABO bukan pengontrol
awanpanas, sehingga kalau masih ada luncuran awanpanas mestinya tidak
dibangun SABO, karena SABO lebih diutamakan mengontrol lahar hujan.
Dalam design idealnya SABO dibangun di lereng transportasi.
Jadi membuat sabo dibagian atas lereng Merapi itu memang sebuah usaha manusia dalam “menahan”
atau mengontrol energi potensial dan energi mekanik dari aliran lahar
hujan. Itulah sebabnya SABO ini dibuat berjenjang supaya daya rusak
aliran lahar hujan ini dapat dikurangi secara bertahap.
Berdansa dengan Perubahan Morfologi
Proses erosi dan sedimentasi merupakan salah satu proses pembentukan bentang alam (morfologi). Proses ini tidak akan berhenti. Sabo akan penuh, dan manusia akan membangunnya kembali. Alam tentunya selalu berubah, pinter-pinteraannya manusia saja bagaiamana mampu berdansa dengan perubahan morfologiSumber : Dongeng Geologi
0 komentar:
Post a Comment