Mengingat kembali beberapa tahun lalu ada salah satu acara di televisi yaitu Petualangan Si Bolang (Bocah Petualang). Sebuah acara di televisi swasta yang cukup mendapat tempat di hati anak-anak. Acara itu merupakan acara petualangan anak-anak Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Belajar sambil bermain dengan teman-temannya. Seru sekali...orang dewasa pun suka melihat acara Bolang. Dalam acara inilah petualangan anakku kiki dimulai. Yaa....kurang lebih 8 tahun yang lalu anakku terpilih untuk berpartisipasi pada acara Bolang (Bocah Petualang). Anakku sangat menikmati waktu syuting saat itu. Banyak kejadian lucu yang ternyata sudah di setting sama sutradara. Termasuk peran orangtuanya yang diperankan oleh guru di sekolah anakku.
Setelah syuting selesai, acara sudah tayang di televisi, anakku mendapatkan sejumlah uang, beberapa perlengkapan sekolah serta sepeda. Sebuah pengalaman yang mahal harganya. Tetapi apakah petualangan anakku berhenti disitu?? Tentu saja tidak. Saat anakku menjadi bolang, dia tinggal bersama neneknya di desa Cadasari Pandeglang. Petualangan berikutnya adalah saat kiki ikut bersama kami tinggal di Serang dan harus pindah sekolah saat kelas 6 SD.
Banyak sekali adaptasi yang harus dilakukannya. Lingkungan baru dan sekolah yang baru. Kiki berusaha keras untuk mengejar ketertinggalannya. Hmmm...yaa karena dulu sekolah di kampung dan sekarang sekolah di kota. Kiki punya kebiasaan baru saat tinggal di Serang. Bersama teman-temannya dia suka memotret mobil besar/bus yang ada di jalan. Kesukaannya dengan fotografi pun dimulai. Untuk mendapatkan gambar yang bagus, dia dan teman-teman barunya mencari tempat strategis dan banyak dilalui oleh bis-bis besar. Foto-foto pun memenuhi memori HP nya. Sesampainya di rumah, dia pindahkan file foto-foto tersebut ke dalam laptopku.
Rasa ingin tahu pun muncul di kepalaku. Sebenarnya apa sih yang difoto? Saat kubuka laptopku, kutemukan foto-foto bis dengan berbagai sudut foto yang menurutku sangat artistik. Wow...ternyata dia berbakat. Lulus SD anakku melanjutkan di salah satu SMP negeri daerah Kramatwatu. Petualanganya pun berlanjut. Dia dan teman di SMP mencari obyek-obyek lain yang menarik untuk difoto. Semakin banyak hasil fotonya. Akhirnya di ulang tahunnya kami memberikan dia hadiah kamera digital. Dengan kamera itu dia terus melanjutkan hobi fotografinya.
Tak terasa 3 tahun berlalu di SMP dan tiba waktunya untuk memikirkan sekolah mana yang akan dituju saat lulus SMP nanti. Sebagai orangtua, kamipun menanyakan keinginannya melanjutkan SMA dimana? Dia pun menjawab ingin sekolah yang ada boarding school dan ada sekolah agama. Ayahnya pun langsung merespon dengan pertanyaan, kenapa gak sekalian ke pesantren aja aa? Anakku pun menjawab, emang boleh pak? Mendengar itu, aku pun merasa bersalah. Karena pada saat dia lulus SD sudah minta sekolah di pesantren. Tapi karena aku melarangnya, akhirnya dia sekolah di sekolah negeri. Suamiku antusias mendengar pertanyaan Kiki, tentu saja boleh. Itu jawab suamiku.
Mulailah browsing dan mencari berbagai informasi tentang pesantren. Dan muncullah 1 pesantren di Jawa Timur,GONTOR. Anakku diberi video film tentang Gontor. Dan langsung jatuh cinta pada Gontor. Dia tidak mau survey ke tempat lain. Hanya mau di Gontor. Perjuanganpun dimulai dengan belajar agama, mengaji, imla, dan persiapan lainnya. Dia sekolah di sekolah negeri biasa, jadi banyak yang harus dipelajarinya. Alhamdulillah ada orang yang memberikan informasi tentang Bimbel Masuk Gontor. Anakku pun ikut di dalamnya. Sementara teman-temannya ikut bimbel persiapan menghadapi UN, anakku memilih ikut bimbel masuk Gontor.
Siang malam anakku belajar mendengarkan suara rekaman orang mengaji dan menuliskannya di buku sebagai latihan imla. Belajar matematika denganku dan belajar mengaji serta tajwid dengan ayahnya. Tak lupa kami pun mengajarinya pelajaran untuk Ujian Nasional. Sehingga alhamdulillah dia lulus dengan nilai yang cukup memuaskan.
Tiba saatnya pendaftaran di Gontor. Ustad pengajar yang mengarahkan segalanya. Kami hanya mengikuti saja semua yang sudah disiapkan Ustad dan teman-temannya. Karena saat itu Kiki punya adik yang baru berusia 2 tahun, jadi aku tidak ikut mendampinginya ke Gontor. Ayahnya yang mendampingi dia untuk daftar dan ikut ujian masuk Gontor. Ribuan calon santri berkumpul di Gontor Pusat Ponorogo Jawa Timur. Petualangan anakku berlanjut disana.
Suka cita, ketakutan, rasa tak percaya diri bercampur menjadi satu. Ayahnya pun selalu menguatkan anakku untuk bisa fokus dan percaya diri. Dan akhirnya rangkaian panjang dari pendaftaran, ujian dan pengumuman pun tiba. Seluruh calon santri dikumpulkan dengan memakai baju putih hitam serta peci. Pengumuman yang disampaikan hanya disebutkan nomer peserta saja. Berjam-jam kami menunggu. Saat nomer peserta anakku terlewati, alias tidak disebutkan. Dia menangis dalam hatinya. Yaa Allah aku telah gagal meraih mimpiku masuk Gontor.
Rasa putus asa menyelimuti benaknya. Tetapi ternyata dia salah. Nomer yang disebutkan sebelumnya adalah untuk calon santri yang diterima di Gontor 1. Sementara masih ada lagi Gontor 2, 3, 4, 5 dan 6. Perasaan optimispun kembali menyelimuti benak anakku. Dan tak lama setelah selesai pembacaan santri yang diterima di Gontor 1, nomer anakku disebutkan di Gontor 2. Alhamdulillah yaa Allah....tidak ada perayaan, teriakan, ataupun celebrasi lainnya. Hanya ucap syukur dalam hati. Luar biasa...seandainya aku ada disana pasti tak kuat menahan rasa haru. Anakku...kau hebat. Kau mampu bersaing dengan ribuan orang dari dalam dan luar negeri. Lanjutkan petualanganmu nak. Kami akan selalu mendukungku. Di tahun terakhirmu di Gontor, jadilah santri yang santun dan mengayomi adik-adikmu disana....Selamat berjuang Kiki....Kami menantikanku kembali di 2022 sebagai alumni Gontor.
By KUSRINAWATI, S.Si